Rabu, 23 Oktober 2013

HIPOTESIS TESTING ( UJI HIPOTESA)

HipotesIS TESTING ( UJI HIPOTESA)         Dalam penelitian, hipotesa diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Rumusan masalah tersebut bisa berupa pernyataan hubungan dua variable atau lebih, perbandingan ( Comparasi) atau variable mandiri ( deskripsi).
         Sementara dalam statistic hipotesa diartikan pernyataan statistic tentang parameter populasi atau bisa dikatakan bahwa hipotesa adalah taksiran terhadap parameter populasi melalui data-data sample. Langkah-langkah untuk melakukan uji hipotesa adalah:
1.      Menentukan hipotesis
Dalam statistic dan penelitian ada 2 macam hipotesis  yaitu Hipotesis nol menyatakan “ tidak ada”  dan  hipotesis alternative ( Ha)  yang biasa di sebut H1 merupakan lawan Hipotesis nol ( Ho) yang berarti “ ada”Pertanyaannya, dari mana hipotesis itu diperoleh??
Hipotesis diperoleh dari teori yang akan di ujikan.                                      Contoh: (Horlock:1980) tentang kemandirian, menyatakan bahwa                        “Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian adalah pola asuh orang tua, jenis kelamin, nomor urut kelahiran.”(Hurlock, Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Trjmh. Istiwidayan, dan Soedjarwo, Jakarta: Erlangga, 2006.)
 Ho : Tidak ada hubungan antara kemandirian dengan pola asuh orang tuaHa : Ada hubungan antara kemandirian dengan pola asuh orang tua 2.      Menggunakan prosedur statistic yang digunakan apakah menggunakan Uji t, Anova, Uji F dan sebagainya.
3.      Menentukan statistic table
4.      Menentukan statistic hitung menggunakan SPSS
5.      Pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan dilihat dari ringkasan data ringkasan data pada output SPSS. Teapi keputusan mengenai menerima atau menolak hipotesisi tidak tercantum secra langsung pada output, sehingga anda perlu menganalisis sendiri. Salah satu payokan untuk pengmabilan keputusan adalah jika nilai sig < 5% maka Ho diotolak yang berarti signifikan. Sedangkan, lawannya Ho diterima yg berarti tidak signifikan. Sig adalah perbedaaan antara distibusi teoritis dan distribusi empiric.
         Faktor yang menentukan untuk melakukan hipotesis adalah jumlah sample, deviasi standar populasi, varians populasi, metode yang digunakan. Dalam makalah ini dicontohkan uji hipotesis korelasi
         Contoh uji hipotesis untuk Analisis korelasi sederhana (Bivariate Correlation) digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel dan untuk mengetahui arah hubungan yang terjadi. Koefisien korelasi sederhana menunjukkan seberapa besar hubungan yang terjadi antara dua variabel. Dalam SPSS ada tiga metode korelasi sederhana (bivariate correlation) diantaranya Pearson Correlation (Product Monent Pearson), Kendall’s tau-b, dan Spearman Correlation. Pearson Correlation digunakan untuk data berskala interval atau rasio, sedangkan Kendall’s tau-b, dan Spearman Correlation lebih cocok untuk data berskala ordinal.
Pada bab ini akan dibahas analisis korelasi sederhana dengan metode Pearson atau sering disebut Product Moment Pearson. Nilai korelasi (r) berkisar antara 1 sampai -1, nilai semakin mendekati 1 atau -1 berarti hubungan antara dua variabel semakin kuat, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti hubungan antara dua variabel semakin lemah. Nilai positif menunjukkan hubungan searah (X naik maka Y naik) dan nilai negatif menunjukkan hubungan terbalik (X naik maka Y turun).
Menurut Sugiyono (2007) pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut:0,00                                   -   0,199           = sangat rendah
0,20     -   0,399     = rendah0,40     -   0,599     = sedang0,60     -   0,799     = kuat0,80     -   1,000     = sangat kuat
     Contoh kasus:Seorang mahasiswa bernama Risa dan faila (RiFa) melakukan penelitian dengan menggunakan alat ukur skala. RiFa  ingin mengetahui apakah ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan kemandirian Mahasiswa BKI , dengan ini RiFa membuat 2 variabel yaitu  Variabel X (Pola Asuh Orang Tua) dan Variabel Y (Kemandirian). Tiap-tiap variabel dibuat beberapa butir pertanyaan dengan menggunakan skala Likert, yaitu angka 1 = Tidak Pernah, 2 = Jarang , 3 = Kadang-kadang  4 = Sering. Setelah membagikan skala kepada 12 responden didapatlah skor total item-item yaitu sebagai berikut:
                 Tabel. Tabulasi Data (Data Fiktif)
Subjek
Pola Asuh
Kemandirian
1
33
58
2
32
52
3
21
48
4
34
49
5
34
52
6
35
57
7
32
55
8
33
50
9
21
48
10
35
54
11
36
56
12
21
47
                                         
Langkah-langkah pada program SPSS  Masuk program SPSS
  Klik variable view pada SPSS data editor
  Pada kolom Name ketik x, kolom Name pada baris kedua ketik y.
  Pada kolom Decimals ganti menjadi 0 untuk variabel x dan y
  Pada kolom Label, untuk kolom pada baris pertama ketik Kemandirian, untuk kolom pada baris kedua ketik Pola asuh orang tua.
  Untuk kolom-kolom lainnya boleh dihiraukan (isian default)
  Buka data view pada SPSS data editor, maka didapat kolom variabel x dan y.
  Ketikkan data sesuai dengan variabelnya
  Klik Analyze - Correlate - Bivariate
  Klik variabel Kemandirian  dan masukkan ke kotak Variables, kemudian klik variabel Pola asuh orang tua dan masukkan ke kotak yang sama (Variables).
  Klik OK, maka hasil output yang didapat adalah sebagai berikut:  Tabel. Hasil Analisis Korelasi Bivariate Pearson
Correlations


Pola Asuh
Kemandirian
Kemandirian
Pearson Correlation
1
.731**
Sig. (2-tailed)

.007
N
12
12
Pola Asuh orang Tua
Pearson Correlation
.731**
1
Sig. (2-tailed)
.007

N
12
12
  Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: a.      Menentukan Hipotesis
H0 : Tidak ada Korelasi antara Pola asuh Orang tua dengan Kemandirian
Ha :  ada Korelasi antara Pola asuh Orang tua dengan Kemandirian
 b.      Menentukan tingkat signifikansi
Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan tingkat signifikansi a = 5%. Tingkat signifikansi dalam hal ini berarti kita mengambil risiko salah dalam mengambil keputusan untuk menolak hipotesis yang benar sebanyak-banyaknya 5% (signifikansi 5% atau 0,05 adalah ukuran standar yang sering digunakan dalam penelitian)
 c.       Menentukan t hitung
Dari tabel di atas didapat nilai t hitung adalah 0.731 d.      Menentukan t tabel
Tabel distribusi t dicari pada a = 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) n-1 atau 10-1 = 9. Dengan pengujian 2 sisi hasil diperoleh untuk t tabel sebesar 0. 007
 e.       Kriteria Pengujian
H0 diterima jika t hitung £ t tabel
H0 ditolak jika  t hitung > t tabel f.        Membandingkan t hitung dengan t tabel dan probabilitas
Dari hasil uji hipotesa didapatkan data , Nilai t hitung > t tabel (0.731 > 0.007)  maka H0 ditolak.
 g.      Kesimpulan
Oleh karena nilai t hitung > t tabel (0.731 > 0.007)  maka H0 ditolak, artinya bahwa ada korelasi antara Pola Asuh Orang Tua dengan Kemandirian . Hasil  olah data  SPSS Pearson, diperoleh  hasil ada korelasi yang significant  antara variable X dan Y pada angka significant  t-test 0.07 <  t-tabel 0.025. dengan demikian Ha di terima dan H0 di tolak. 

Statistik Inferential: CORRELATION AND CAUSATION

Statistik Inferential:
CORRELATION AND CAUSATION
Paper
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah: Statistik Pendidikan
Dosen Pengampu: Rinduan Zain, M.A., Ph.D.
Oleh:
Luthfi Noor Ichsan Mahendra
Muhamad Rifa'i Subhi
BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013


1
Statistik Inferential:
CORRELATION AND CAUSATION
Tidak sedikit dari para peneliti yang menyamakan atau saling
mempertukarkan penggunaan analisis korelasi (Correlation) dengan analisis
kausal atau sebab–akibat (Causation), padahal sesungguhnya atau seharusnya
dibedakan. Terdapat penelitian yang berjudul “Pengaruh X terhadap Y”. Namun
setelah dikaji dengan seksama, ternyata temuan dari penelitian tersebut secara
nyata mengarah pada penelitian korelasional ketimbang kausal. Peristiwa tersebut
bisa saja dimaklumi karena dalam analisis kausal senantiasa mengandung unsur
korelasional.
A. Correlation and Causation
Correlation does not Imply Causation. Statemen tersebut menjelaskan bahwa
korelasi tidak dapat digunakan secara valid untuk melihat adanya hubungan
kausalitas dalam variabel-variabel. Dalam korelasi aspek-aspek yang melandasi
terdapatnya hubungan antar variabel mungkin tidak diketahui atau tidak langsung.
Oleh karena itu, dengan menetapkan korelasi dalam hubungannya dengan
variabel-variabel yang diteliti tidak akan memberikan persyaratan yang memadai
untuk menetapkan hubungan kausalitas ke dalam variabel-variabel tersebut.
Sekalipun demikian, bukan berarti bahwa korelasi tidak dapat digunakan sebagai
indikasi adanya hubungan kausalitas antar variabel. Korelasi dapat digunakan
sebagai salah satu bukti adanya kemungkinan terdapatnya hubungan kausalitas,
tetapi tidak dapat memberikan indikasi hubungan kausalitas seperti apa jika
memang itu terjadi dalam variabel-variabel yang diteliti.
Misalnya, terdapat penelitian yang ingin mengetahui apakah ada hubungan
antara Nilai Ujian Saringan Masuk (NUSM) dengan Nilai Akhir Semester
Mahasiswa (ASM). Apabila tujuannya adalah ingin mengetahui ada atau tidaknya
hubungan, positif-negatif, besar kecilnya hubungan antar variabel maka jenis
penelitiannya adalah penelitian korelasi. Proses yang umumnya dilakukan adalah
dengan cara memperoleh data variabel X dan Y (jika dua variabel), setelah itu
data tersebut dianalisis dengan analisis korelasi. Langkah pertama ialah mencari
2
data NUSM dan data ASM yang dijadikan populasi atau sampel penelitian, lalu
hitung skor hubungannya dengan menggunakan rumus statitik tertentu.
Setelah dihitung maka diperoleh skor korelasi yang berada di antara -1
sampai dengan 1. Kalau hasilnya minus berarti hubungannya negatif (kenaikan
variabel X, diikuti oleh penurunan variabel Y atau sebaliknya). Kalau hasilnya
plus berarti hubungannya positif ( kenaikan variabel X diikuti oleh kenaikan
variabel Y atau sebaliknya). Kalau hasilnya = 0 atau sekitar 0 (0,00...) maka
diantara variabel X dan Y tidak ada hubungan. Kemudian berdasarkan kriteria
tertentu bisa ditentukan kategori besar kecilnya hubungan dan dengan cara
perhitungan tertentu pula bisa diperoleh arti pentingnya (signifikansi) hubungan.
Dengan demikian, peneliti dapat menemukan ada hubungan antara variabel X
dan Y, sehingga peneliti bisa menyimpulkan besar kecilnya hubungan dan
signifikan atau tidaknya hubungan, namun tidak bisa menyimpulkan bahwa nilai
satu variabel mempengaruhi nilai variabel lainnya. Dalam kasus tersebut, peneliti
tidak bisa meyimpulkan atau menginterpretasikan bahwa nilai USM merupakan
variabel penyebab dari nilai ASM, karena pada hakikatnya yang menyebabkan
ASM tinggi atau rendah adalah nilai-nilai akhir ujian (UTS, UAS, Tugas, Praktik,
dst.) mahasiswa, bukan nilai ujian saringan masuk mahasiswa. Nilai ujian
saringan masuk bukan merupakan penyebab nilai indeks prestasi mahasiswa.
Artinya, antara nilai USM dan nilai ASM tidak terdapat hubungan kausal (sebabakibat),
walau di antara kedua variabel tersebut terdapat hubungan yang positif.
Lebih lanjut, terdapat beberapa peneliti yang tidak sekedar ingin mengetahui
suatu variabel berkorelasi dengan variabel lainnya atau tidak. Yang ingin lebih
diketahuinya adalah penyebab terjadinya atau munculnya variabel tergantung,
atau variabel bebas apa yang menyebabkan munculnya variabel tergantung.
Misalnya, apa yang menyebabkan para pegawai stress (variabel tergantung), apa
yang menyebabkan volume penjualan menurun (variabel tergantung), Benarkah
turunnya volume penjualan (variabel tergantung) disebabkan oleh iklan yang tidak
tepat (variabel bebas) ?, Benarkah motivasi kerja seseorang rendah (variabel
tergantung) disebabkan karena upah atau gajinya sedikit (variabel bebas) ?, dan
lain sebagainya.
3
Dalam penelitian tersebut, yang ingin diketahui adalah variabel apa yang
menyebabkan semua hal yang negatif (simptom) itu muncul atau terjadi, dengan
tujuan agar bisa memberikan jalan keluar atas masalah yang ada (stress kerja,
volume penjualan menurun, dlsb). Dengan demikian, jenis penelitian yang
seyogianya digunakan pastinya juga harus berbeda dengan penelitian yang
tujuannya hanya “sekedar” ingin mengetahui korelasi atau hubungan antara dua
variabel. Jika tujuan utamanya adalah ingin mengetahui adanya sebab-akibat
(cause–effect) dalam suatu tatanan tertentu maka jenis penelitiannya adalah
rancangan percobaan (experimental design) atau rancangan “causal-comparative”,
bukan rancangan korelasional.
Pada umumnya, penelitian kausal dilakukan di ilmu-ilmu non sosial. Ketika
seorang peneliti menetapkan judul ”Pengaruh besarnya upah terhadap tingkat
kinerja pegawai”, secara eksplisit sudah menggambarkan metode penelitian apa
yang seharusnya digunakan, yaitu rancangan eksperimen. Hal ini dikarenakan,
kata ”pengaruh sudah bermakna ”efek” atau ”akibat”. Peneliti secara sadar atau
tidak, telah menempatkan satu variabel berstatus sebagai variabel bebas (besarnya
upah), dan satu variabel lainnya berstatus sebagai variabel tergantung (tingkat
kinerja).
Hal pertama yang perlu dilakukan ialah memahami logika judul penelitian.
Beberapa pakar kinerja mengatakan bahwa, kinerja adalah fungsi dari
kemampuan, motivasi, dan kesempatan. Namun, mereka memahami bahwa salah
satu cara meningkatkan motivasi adalah memberikan upah. Dengan demikian
urutan berpikirnya adalah: Upah berpengaruh terhadap motivasi, dan motivasi
berpengaruh terhadap upah. Kedua, peneliti harus memilih sekelompok pegawai
yang mempunyai kemampuan relatif sama, lalu diberikan pekerjaan, atau tugas
yang sama. Janjikan dan kemudian berikan sejumlah upah kepada mereka, lalu
hitung tingkat kinerjanya. Berikan lagi tugas janjikan dan berikan upah yang lebih
besar, hitung tingkat kinerjanya. Proses ini berjalan terus menerus. Lalu, hitung
perbedaan kinerja berdasarkan perbedaan upah. Uji nilai perbedaannya. Apakah
signifikan atau tidak?
4
Lebih jelasnya, berikut disajikan tabel yang menggambarkan perbedaan
antara korelasi dengan kausalitas.
Aspek Korelasi Kausalitas
Pengertian Korelasi adalah hubungan
matematis antara dua hal yang
diukur. Diberikan nilai antara
0 dan 1. Sebuah korelasi
dengan nilai 0 berarti dua hal
tidak berhubungan.
Sedangkan nilai yang
mendekati 1 berarti ada kaitan
antara dua variabel atau lebih.
Kausalitas juga merupakan
hubungan antara dua hal,
tetapi itu bukan matematika,
tetapi fisik (atau filsafat). Satu
hal akan menyebabkan hal
yang lain jika ada rangkaian
peristiwa antara hal pertama
dan hal kedua, masing-masing
akan menyebabkan hal
berikutnya terjadi secara
berantai.
Tujuan Untuk megetahui apakah ada
hubungannya di antara satu
variabel dengan satu atau
beberapa variabel lainnya.
Untuk mengetahui penyebab
terjadinya atau munculnya
variabel tergantung, atau
variabel bebas apa yang
menyebabkan munculnya
variabel tergantung.
Penggunaan Penelitian korelasi biasa
digunakan dalam berbagai
bidang ilmu
Umumnya penelitian kausal
dilakukan di ilmu-ilmu non
sosial.
Contoh Misalnya, ingin mengetahui
apakah ada hubungan antara
Nilai Ujian Saringan Masuk
(NUSM) dengan Indeks
Prestasi Mahasiswa (IPM).
Misalnya, apa yang
menyebabkan para pegawai
stress (variabel tergantung),
apa yang menyebabkan
volume penjualan menurun
(variabel tergantung), apa
yang menyebabkan konsumen
tidak puas (variabel
tergantung),
B. Contoh Penerapan dalam SPSS
Berikut disajikan beberapa contoh penelitian korelasi dan kausalitas yang
diterapkan ke dalam SPSS.
1. Apakah ada hubungan antara Nilai Ujian Saringan Masuk (NUSM) dengan
Nilai Akhir Semester Mahasiswa (ASM), dengan data sebagai berikut:
5
Data:
No Nilai Ujian Saringan Masuk Nilai Akhir Semester
1 80 75
2 74 64
3 82 90
4 45 51
5 65 64
6 79 84
7 63 71
8 48 61
9 70 65
10 80 78
Langkah-langkah Pengolahan data:
a. Masukkan data ke SPSS
b. Pada Menu utama Analyze klik Correlate kemudian Bivariate, sehingga
muncul kotak dialog Bivariate Correlations
c. Masukkan variabel yang akan dikorelasikan pada kotak Variables
d. Pada Correlation Coefficients pilih Pearson
6
e. Klik Options kemudian pilih Statistics Means and Standard Devations,
dan Missing Values, Exclude Case Pairwise, kemudian Continue untuk
kembali ke menu utama.
f. Klik OK untuk menampilkan output.
Hasil dan Pembahasan
7
Pada tabel Descriptive Statistics diperoleh rata-rata nilai USM adalah 68,60
dengan deviasi standar 13,352, sedangkan rata-rata nilai ASM adalah 70,30
dengan deviasi standar 11,662.
Adapun besarnya korelasi antara USM dengan ASM adalah 0,836 yang
berarti bahwa terdapat hubungan yang kuat antara nilai USM dengan ASM.
Hal ini dikarenakan besarnya korelasi tersebut mendekati angka 1.
2. Bagaimana pengaruh besarnya upah terhadap tingkat kinerja di perusahaan
ABC, dengan data sebagai berikut.
No Gaji Tingkat Kinerja Lama Kerja
1 300 65 3
2 375 70 4
3 400 80 4
4 450 56 5
5 500 90 5
6 525 80 5
7 575 65 6
8 600 75 6
9 650 60 6
10 700 80 7
Untuk mempermudah dalam menyelesaikan penelitian di atas, maka perlu
diubah terlebih dahulu mengenai pertanyaan penelitian, yakni dari “keinginan
untuk mengetahui pengaruh besarnya upah terhadap tingkat kinerja” menjadi
“mengetahui hubungan antara besarnya upah dengan tingkat kinerja”. Berikut
adalah langkah-langkah pengolahan data dengan menggunakan program
SPSS.
a. Masukkan data ke dalam SPSS.
b. Pada menu utama Analyze klik Correlate kemudian Partial, sehingga
muncul kotak dialog berikut:
8
c. Masukkan Gaji dan Tingkat Kinerja pada kolom Variables, dan Lama
Kerja sebagai variabel kontrol pada kolom Controlling for, seperti
gambar berikut.
d. Klik Options kemudian pada kotak Statistics pilih Zero-ordercorrelation,
dan pada kotak Missing Value pilih Exclude Cases
Pairwise seperti gambar berikut.
9
e. Tekan Continue untuk kembali pada kotak dialog utama
f. Klik OK untuk proses data sehingga didapat output.
Hasil dan Pembahasan
Berhubung dalam penelitian ini yang dicari ialah korelasi antara variabel Gaji
dengan variabel Tingkat Kinerja, maka kedua variabel tersebutlah yang
10
dimasukkan ke dalam kolom Variables, sedangkan variabel Lama Kerja ikut
berpengaruh terhadap korelasi, sehingga variabel tersebut diletakkan pada
kolom variabel kontrol (Controlling for). Dari hasil output di atas, dapat
diketahui bahwa pada bagian pertama tanpa adanya variabel kontrol,
diperoleh koefisien korelasi Gaji dengan Tingkat Kinerja sebesar 0,116
dengan derajat kebebasannya adalah 8. Sedangkan uji signifikansi antara Gaji
dengan Tingkat Kinerja adalah 0,750 > 0,05 yang berarti korelasi kedua
variabel tidak signifikan. Pada bagian kedua, yaitu adanya variabel kontrol
(variabel Lama Kerja), diperoleh koefisien korelasi antara Gaji dengan
Tingkat Kinerja adalah 0,229 dengan nilai signifikansinya adalah 0,553 >
0,05 yang berarti korelasi kedua variabel tidak signifikan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hubungan antara Gaji dengan
Tingkat Kinerja pada perusahaan ABC rendah. Namun perlu diperhatikan,
analisis korelasi tidak bisa menjastifikasi adanya pengaruh, namun ketika
korelasi antara satu variabel dengan variabel lainnya diujikan melalui berkalikali
penelitian dan ternyata senantiasa menunjukan hubungan yang sama dan
signifikan atau sebaliknya, maka boleh saja disimpulkan bahwa nilai variabel
x berperan atau ikut andil dalam menentukan nilai variabel y, namun tetap
tidak bisa diartikan bahwa nilai atau eksistensi y disebabkan oleh karena
(caused by) x.